untuk mata kuliah Azas-Azas Pemerintahan Kelas III.H Smstr 3 2011
Gagasan
tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek historis di
bawah ini, terdapat dua pendekatan; personal dan sistem. Secara personal
telah dimulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan
yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang
bijaksana haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang
dalam tindakannya terhadap anak-anaknya terpadulah kasih dan ketegasan
demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Pada bagian lain, Plato
mengusulkan agar negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang
filosof, karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, menghargai
kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Murid Plato, Aristoteles,
berpendapat bahwa pemegang kekuasaan haruslah orang yang takluk pada
hukum, dan harus senantiasa diwarnai oleh penghargaan dan penghormatan
terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan derajat. Hanya saja tidak
mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi yang sempurna. Oleh
karena itu, pendekatan sistem merupakan alternatif yang paling
memungkinkan. Plato sendiri, di usia tuanya terpaksa merubah gagasannya
yang semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof
menjadi pemerintahan yang dikendalikan oleh hukum. Penyelenggaraan
negara yang baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan pada pengaturan
hukum yang baik.
Berdasarkan pendapat Plato ini, maka
penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada hukum merupakan salah
satu alternatif yang baik dalam penyelenggaraan negara. HAN dapat
dijadikan instrumen untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik.
Penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata dalam HAN, karena di sini akan
terlihat konkrit hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, kualitas
dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat
dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau
belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan instrumen yuridis oleh
pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan
perlindungan bagi masyarakat, di sisi lain HAN memuat aturan normatif
tentang bagaimana pemerintahan dijalankan, atau sebagaimana dikatakan
Sjachran Basah, bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk
memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya, dan
melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah
menurut hukum. Tulisan dalam makalah ini akan difokuskan pada fungsi HAN
baik sebagai norma, instrumen, maupun jaminan perlindungan bagi rakyat.
Identifikasi Masalah
Bagaimana pelaksanaan fungsi-fungsi HAN dalam mewujudkan pemerintahan yang baik ?
Upaya apa yang harus ditempuh untuk meningkatkan pemerintahan yang baik ?
Kerangka Pemikiran
Secara
teoretis, Presiden atau Pemerintah memiliki dua kedudukan yaitu sebagai
salah satu organ negara dan sebagai administrasi negara. Sebagai organ
negara, pemerintah bertindak untuk dan atas nama negara. Sedangkan
sebagai administrasi negara, pemerintah dapat bertindak baik dalam
lapangan pengaturan (regelen) maupun dalam lapangan pelayanan
(besturen). Penyelenggaraan pemerintahan yang dimaksudkan dalam makalah
ini adalah penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sebagai administrasi
negara. Bukan sebagai organ negara.
Di dalam negara hukum, setiap
aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam
lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat
melakukan tindakan pemerintahan tanapa dasar kewenangan. Ketentuan bahwa
setiap tindakan pemerintahan ini harus didasarkan pada asas legalitas,
tidak sepenuhnya dapat diterapkan ketika suatu negara menganut konsepsi
welfare state, seperti halnya Indonesia. Dalam konsepsi welfare state,
tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Secara
alamiah, terdapat perbedaan gerak antara pembuatan undang-undang dengan
persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat. Pembuatan
undang-undang berjalan lambat, sementara persoalan kemasyarakatan
berjalan dengan pesat. Jika setiap tindakan pemerintah harus selalu
berdasarkan undang-undang, maka akan banyak persoalan kemasyarakatan
yang tidak dapat terlayani secara wajar. Oleh karena itu, dalam konsepsi
welfare state, tindakan pemerintah tidak selalu harus berdasarkan asas
legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah dapat melakukan tindakan
secara bebas yang didasarkan pada freies Ermessen, yakni kewenangan yang
sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan
tugas-tugas penyelenggaraan kepentingan umum.
Meskipun pemberian
freies Ermessen atau kewenangan bebas (discresionare power) kepada
pemerintah merupakan konsekuensi logis dalam konsepsi welfare state,
akan tetapi pemberian freies Ermessen ini bukan tanpa masalah. Sebab
adanya kewenangan bebas ini berarti terbuka peluang penyalahgunaan
wewenang (detournement de pouvoir) atau tindakan sewenang-wenang
(willekeur) yang dapat merugikan warga negara. Atas dasar ini penerapan
fungsi Hukum Administrasi Negara (HAN) dalam konsepsi welfare state
merupakan salah satu alternatif bagi penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih.
Menurut Philipus M. Hadjon, HAN memiliki tiga fungsi
yaitu fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Fungsi
normatif menyangkut penormaan kekuasaan memerintah dalam upaya
mewujudkan pemerintahan yang bersih. Fungsi instrumental berarti
menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan
kekuasaan memerintah. Adapun fungsi jaminan adalah fungsi untuk
memberikan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat.
Eksistensi Pemerintah dalam konsepsi Welfare State Indonesia.
Negara Hukum Indonesia
*
Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
*
Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
*
Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan.
*
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
*
Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
*
Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke
controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut
benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif.
*
Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga
negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
*
Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata
sumberdaya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Unsur-unsur
negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu,
keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan kemestian.
Menurut Sri Soemantri, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak
mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi
merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Apabila
kita meneliti UUD 1945, kita akan menemukan unsur-unsur negara hukum
tersebut di dalamnya, yaitu sebagai berikut; pertama, prinsip kedaulatan
rakyat (pasal 1 ayat 2), kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi
(penjelasan UUD 1945), ketiga, jaminan terhadap hak-hak asasi manusia
(pasal 27, 28, 29, 31), keempat, pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16,
19), kelima, pengawasan peradilan (pasal 24), keenam, partisipasi warga
negara (pasal 28), ketujuh, sistem perekonomian (pasal 33).
Esensi
dari negara hukum yang berkonstitusi adalah perlindungan terhadap hak
asasi manusia. Oleh karena itu, isi dari setiap konstitusi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut, negara merupakan organisasi kekuasaan
berdasarkan kedaulatan rakyat, agar kekuasaan ini tidak liar maka perlu
dikendalikan dengan cara disusun, dibagi dan dibatasi, serta diawasi
baik oleh lembaga pengawasan yang mandiri dan merdeka maupun oleh warga
masyarakat, sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi
manusia. Seandainya unsur jaminan terhadap hak-hak asasi manusia ini
ditiadakan dari konstitusi, maka penyususnan, pembagian, pembatasan, dan
pengawasan kekuasaan negara tidak diperlukan karena tidak ada lagi yang
perlu dijamin dan dilindungi.
Karena esensi dari setiap
konstitusi adalah perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, maka
menuntut adanya kesamaan setiap manusia di depan hukum. Tiadanya
kesamaan akan menyebabkan satu pihak merasa lebih tinggi dari pihak
lainnya, sehingga akan mengarah pada terjadinya penguasaan pihak yang
lebih tinggi kepada yang rendah. Situasi demikian merupakan bentuk awal
dari anarki yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak manusia, dan ini
berarti redaksi perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
terdapat dalam setiap konstitusi menjadi tidak berarti atau kehilangan
makna.
Adanya kesamaan antar manusia dalam suatu negara akan
memungkinkan lahirnya partisipasi aktif dari setiap orang. Partisipasi
ini penting dalam suatu negara yang memiliki konstitusi, agar isi dari
konstitusi sebagai hukum dasar ini merupakan kristalisasi dari
keinginan-keinginan dan kehendak dari sebagian besar masyarakat, kalau
tidak dapat dikatakan semua masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam
suatu negara ini merupakan esensi dari demokrasi.
Eksistensi
Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan
UUD 1945; “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum
(rechtsstaat)”. Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state
terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan
negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD
1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan
perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang.
Idealitas
negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi memiliki
karakteristik yang beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa,
ideologi negara, dan latar belakang historis masing-masing negara. Oleh
karena itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul
dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Qur’an dan Sunnah atau
nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang
dinamakan rechtsstaat, negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon (rule of
law), konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila.
Menurut
Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada
unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut :
*
Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
*
Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
*
Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana ter-akhir;
*
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Berdasarkan penelitian Tahir Azhary, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berkut :
*
Ada hubungan yang erat antara agama dan negara;
*
Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
*
Kebebasan beragama dalam arti positip;
*
Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;
*
Asas kekeluargaan dan kerukunan.
Meskipun
antara hasil penelitian Hadjon dan Tahir Azhary terdapat perbedaan,
karena terdapat titik pandang yang berbeda. Tahir Azhary melihatnya dari
titik pandang hubungan antara agama dengan negara, sedangkan Philipus
memandangnya dari aspek perlindungan hukum bagi rakyat. Namun
sesungguhnya unsur-unsur yang dikemukakan oleh kedua pakar hukum ini
terdapat dalam negara hukum Indonesia. Artinya unsur-unsur yang
dikemukakan ini saling melengkapi.
Tindakan Pemerintahan dalam Negara Hukum
Pengertian Tindakan Pemerintahan
Dalam
melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan,
tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum
(rechtshandeli-ngen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk
dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, rechtshandelingen.
Tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan
pemerintahan. Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu
sebagai berikut :
*
Perbuatan itu dilakukan oleh
aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai
alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan
tanggung jawab sendiri;
*
Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
*
Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi;
*
Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Dalam
negara hukum, setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan atas
hukum, karena dalam negara negara terdapat prinsip wetmatigheid van
bestuur atau asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya
dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki
wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi
hukum
warga masyarakatnya. Asas legalitas menurut Sjachran Basah, berarti
upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan
hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis
selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif.
Meskipun
demikian, tidak selalu setiap tindakan pemerintahan tersedia peraturan
peraundang-undangan yang mengaturnya. Dapat terjadi, dalam kondisi
tertentu terutama ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk
menyelesaikan persoalan konkret dalam masyarakat, peraturan
perundang-undangannya belum tersedia. Dalam kondisi seperti ini, kepada
pemerintah diberikan kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu
melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai salah satu sarana yang
memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi
negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada
undang-undang.
Freies Ermessen ini menimbulkan implikasi dalam
bidang legislasi bagi pemerintah, yaitu lahirnya hak inisiatif untuk
membuat peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan UU tanpa
persetujuan DPR, hak delegasi untuk membuat peraturan yang derajatnya di
bawah UU, dan droit function atau kewenangan menafsirkan sendiri
aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif. Menurut Bagir Manan,
kewenangan pemerintah untuk membentuk peraturan perundang-undangan
karena beberapa alasan yaitu; Pertama, paham pembagian kekuasaan
menekankan pada perbedaan fungsi daripada pemisahan organ, karena itu
fungsi pembentukan peraturan tidak harus terpisah dari fungsi
penyelenggaraan pemerintahan; Kedua, dalam negara kesejahteraan
pemerintah membutuhkan instrumen hukum untuk menyelenggarakan
kesejahteraan umum; Ketiga, untuk menunjang perubahan masyarakat yang
cepat, mendorong administrasi negara berperan lebih besar dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.
Freies Ermessen
merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi
dalam kerangka negara hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan
tanpa batas. Atas dasar itu, Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur
freies Ermessen dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut :
*
Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik;
*
Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;
*
Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
*
Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
*
Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba;
*
Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
Sumber-sumber Kewenangan Tindakan Pemerintahan
Kewenangan
yang dimiliki oleh pemerintah bersumbar pada tiga hal, atribusi,
delegasi, dan mandat. Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat
undang-undang sendiri kepada suatu organ pemerintahan baik yang sudah
ada maupun yang baru sama sekali. Menurut Indroharto, legislator yang
kompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu dibedakan antara :
Yang
berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat
pusat adalah MPR sebagai pembantuk konstitusi (konstituante) dan DPR
bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan
di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan
Peraturan Daerah;
Yang bertindak sebagai delegated legislator :
seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu ketentuan undang-undang
mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-wewenang
pemerintahan kepada Badan atau Jabatan TUN tertentu.
Sedangkan
yang dimaksud delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh
organ pemerintahan kepada organ yang lain. Dalam delegasi mengandung
suatu penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk
selanjutnya menjadi kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan
oleh pemberi delegasi selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima
wewenang. Adapun pada mandat, di situ tidak terjadi suatu pemberian
wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN
yang satu kepada yang lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat
masih tetap pada pemberi mandat, tidak beralih kepada penerima mandat.
Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara
Dalam
pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya
ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang
menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama.
Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima
secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya
kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki.
Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
*
Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk
masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
*
Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.
*
Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil
pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
*
Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi
negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
*
Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Secara
spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi
normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini
saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut
penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi
instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah
untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma
pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin
perlindungan hukum bagi rakyat.
Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan
norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya
kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan
perundang-undangan.28 Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan
tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam
kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu
dengan yang lain saling berkaitan.29 Pada umumnya ketentuan
undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok
atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan.
Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari
pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu :
Karena
keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi
pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal;
Norma-norma
hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan
keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan
teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan
mengaturnya dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali
diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan
penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga
tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan
lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau
keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres,
Peraturan Menteri, dan sebagainya.30
Seperti disebutkan di atas
bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan
pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan
tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut
ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah
mencari dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika
pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan
diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka
pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies
Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi
harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan
freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa,31 dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan
batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya
lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau
sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh
melanggar hak dan kewajiban asasi warga.32 Di samping itu, pelaksanaan
freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan
yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa
fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan
pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang
melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.
Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah
dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis
seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya
yang mengaut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi
pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan
kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai
sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pembuatan
instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum
yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan
beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh
mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN
menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut :
Syarat-syarat material :
*
Alat pemerintahan yang mem buat keputusan harus berwenang;
*
Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis
seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;
*
Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan
pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;
*
Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat formal :
*
Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya
keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
*
Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;
*
Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
*
Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang
menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh
dilupakan.
Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka
peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum,
terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.
Fungsi Jaminan Hukum Ad-ministrasi Negara
Menurut
Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap
tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya.
Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri,
dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain,
melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah
menurut hukum.34 Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum
bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan
sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah
dengan rakyat.35 Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung, sesungguhnya tidak
semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan,
tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban bagi perseorangan. Hak dan kewajiban perseorangan
bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian, keseimbangan,
dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan
masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara
dan bangsa kita, yaitu Pancasila.
Berdasarkan pemaparan
fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan
fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai
dengan prinsip-prinsip negara hukum. Pemerintah menjalankan aktifitas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas,
dan ketika menggunakan freies Ermessen, pemerintah memperhatikan
asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen
yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan
instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat.
Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan
terjamin dengan baik.
Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam mewujudkan perintahan yang baik.
Mewujudkan Pemerintahan yang Baik
Meskipun
diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga
negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada
aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden
memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak
untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau
sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah
diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat
untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara
yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan pembangunan,
pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan
terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan
pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan
baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada
ialah Hukum Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi
instrumental, dan fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas,
fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan
dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan
oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma
pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin
perlindungan hukum bagi rakyat.
Ketika pemerintah akan
menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan,
yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan,
pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan
tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah.
Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah
menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan
instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti
dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada
asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi
administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian,
pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan
kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga
memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun
warga masyarakat.
Upaya Meningkatkan Peme-rintahan yang Baik
Penyelenggaraan
pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan
oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan
ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan
wewenang (detournement de pouvoir) maupun tindakan sewenang-wenang
(willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila
terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara yuridis
memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua, dalam
mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh
pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan; ketiga,
perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.37
Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak
terselenggaranya pembangunan dengan baik dan tidak terlaksananya
pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya.
Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan
dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan
pengawasan baik melalui pengawasan lembaga peradilan, pengawasan dari
masyarakat, maupun pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu
juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kesimpulan
Pelaksanaan
fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan,
mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan
jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga
masyarakat.
Upaya meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan
antara lain dengan pengawasan lembaga peradilan, pengawasan masyarakat,
dan pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan
menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Saran
Agar
penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan baik, maka sebaiknya
pengawasan lembaga peradilan, masyarakat, dan lembaga ombusdmen
dilakukan dengan efektif. Di samping itu, pemerintah sebaiknya
memperhatikan dan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik
(algemene beginselen van be-horlijk bestuur).
Good Governance dalam Pembentukan Undang-undangDalam
pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak cukup hanya menyandarkan
pada asas doelmatigheid atau asas oportunitas, tetapi harus disesuaikan
juga dengan prinsip supremasi hukum dan mempertimbangkan asas legalitas
hukum (rechtmatigheid).
Sutiap Perundang-undangan baik secara
formal maupun substansial tidak boleh melanggar asas-asas kaidah hukum
yang mendasar dan tidak boleh juga bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi tingkatannya, ataupun tidak bertentangan dan tidak
melampaui/melebihi peraturan dasarnya.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
Dalam
membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perudang-undangan yang baik yang meliputi:
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan; dan
g. Keterbukaan.
Pasal 6
(1) Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas
a. pengayoman;
b. kemanusian;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau.
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2)
Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang
hukum Peraturan Perundang-undangan ymg bersangkutan.
Penjelasan Pasal 5
Pasal 5
Huraf a
Yang
dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan
Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh
lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam
Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan
materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan. Perundang-undangannya.
Huruf d
Yang
dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat,
baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
Huruf e
Yang
dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa
setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas
“kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta
bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Huruf g
Yang
dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan
demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan
Perundang-undangan
Penjelasan Pasal 6
Pasal 6
Ayat (1),
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan
dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip
negara kesatuan Republik Indonesia.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
“asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan
“asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal
ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi
khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah
sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf g
Yang
dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
Huruf h
Yang
dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak
boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar
belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan
kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Huruf j
Yang dimaksud
dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu
dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”, antara lain:
a.
dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.
Pasal 5 huruf a tentang asas Kejelasan Tujuan yang bunyi penjelasannya adalah :
” Setiap pembuatan peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai”
Pasal 5 huruf d tentang asas dapat Dilaksanakan yang bunyi penjelasannya adalah :
”
Setiap pembuatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektifitas peraturan Perundang-undangan tersebut adalah masyarakat baik
secara yuridis, fhilosopis maupun sosiologis
Pasal 5 huruf e tentang asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
”Setiap peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”
Pasal 5 huruf g tentang asas Keterbukaan
” Bahwa dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka dengan demikian seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan dalam proses pembuatan peraturan
Perundang-undangan”
Asas materi muatan Peraturan
Perundang-undangan yang termaktub dalam pasal 6 huruf j tentang asas
keseimbangan, Kesesuaian dan keselarasan yang maksudnya dalam penjelasan
UU ini adalah ”Setiap materi muatan Peraturan Peundang-Undangan harus
mencerminkan keseimbangan, kesesuaian dan keselarasan antara kepentingan
indovidu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara”.
Pasal 53 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang bunyinya :
”
Masyarakat berhak untuk memberikan masukan secara lisan atau tertulis
dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Undang-Undang dan
Rancangan Perda.”